”Lihatlah Manusia itu!” (Yoh. 19:5). Demikianlah ajakan Pilatus kepada orang banyak itu. Ia hendak memperlihatkan Yesus Orang Nazaret kepada mereka. Dan yang diperlihatkan adalah manusia yang sudah disesah (Yoh. 19:1). Mengapa Pilatus menyesah Yesus?
Menghadirkan kembali Komunitas Coffee Break di GKJ Jakarta, ajang ngobrol dan diskusi santai meski serius. Tema Sabtu, 30 Maret 2019 lalu tentang Kebinekaan & Pemilu Damai, mengajak kita tetap menjadi WNI yang cerdas dan bijak untuk terselenggaranya PEMILU Damai. Jangan lupa, datang ke TPS dan tentukan pilihan. Apapun pilihan kita, mari menjaga kebinekaan dan perdamaian.
Jawaban dari orang banyak yang mendengarkan pidato perpisahan Samuel (1 Samuel 12: 4) mencerminkan kualitas kepemimpinan beliau. Mereka menjawab: “Engkau tidak memeras kami dan engkau tidak memperlakukan kami dengan kekerasan dan engkau tidak menerima apa-apa dari tangan siapapun.”
Ajaran Gereja bukan hanya merupakan pokok-pokok pemahaman iman yang mencerminkan kesetiaan dan ketepatan dengan Firman Tuhan – ia juga harus mencerminkan kearifan dan kasih dalam ‘menggunakan’ Firman itu. Anugerah-Nya ini seharusnya membangkitkan rasa tanggung-jawab serta ‘kewajiban asazi’ dalam diri setiap orang percaya untuk menjalani hidup/kehidupan ini dengan kualitas tertentu, atau berdasarkan nilai-nilai tertentu sebagai ungkapan atau konsekwensi yang kita hayati atas anugerah – cinta-kasih dan keselamatan – yang telah kita terima dari Tuhan.
Dalam seluruh Alkitab, tugas besar yang selalu harus dihadapi dan dilakukan oleh anak-anak Tuhan adalah menggunakan anugerah kemerdekaan yang setiap orang telah menerimanya, dari Tuhan, untuk “memilih yang benar dan bertanggung jawab.”
”Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya” (Kel. 12:4a). Demikianlah catatan penulis Kitab Kejadian. Kata ”lalu” yang dipakai memperlihatkan bahwa kalimat ini merupakan lanjutan kalimat-kalimat sebelumnya. Dengan kata lain, kalimat yang dimulai dengan ”lalu” itu merupakan respons Abram.
Kembangkanlah alur pikir alkitabiah, bukan ayatiah! Pahamilah ayat secara benar, utuh, menyeluruh, dan seimbang. Jangan sepotong-sepotong!
”Hanya debulah aku di alas kaki-Mu Tuhan hauskan titik embun sabda penuh ampun” (Gita Bakti 167:1). Demikianlah syair lagu menyapa pagi Rabu Abu ini. Manusia memang debu dan abu—yang ringkih sehingga rentan.
Janganlah gelisah hatimu (Yoh. 14:1). Demikianlah nasihat Yesus kepada para murid-Nya. Perasaan gelisah sering menghantui insan. Sebab, kita memang tidak akan pernah tahu hari depan. Mungkinkah orang gelisah karena sesuatu yang telah terjadi?
Menjelang berakhirnya masa kepemimpinannya, Yosua menantang Israel untuk tetap bersikap dan bertindak sebagai hamba dalam keadaan apa pun. Dalam pola hubungan hamba-Tuhan, kehambaan Israel sering berubah sebagaimana cuaca. Tidak tetap. Kalau keadaan baik, ya hamba Tuhan. Kalau lagi buruk, lupa bersikap sebagai hamba Tuhan. Padahal kehambaan seseorang, menurut Yosua, tidak ditentukan oleh baik buruknya hidup. Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang hamba harus tetap menjalani tugasnya sebagai seorang hamba, tanpa syarat.
Lahir dan besar di 'luar Jawa' saya mengenal GKJ sejak saya bersekolah di Yogyakarta, Agustus 1961. Turut beribadah di gereja terbesar di situ, dan turut katekisasi persiapan sidi. Beberapa bulan kemudian saya "men-drop-out-kan" diri dari kelas katekisasi. Penyebabnya?
Ada yang mati di tengah pesta itu (Mrk. 6:14-29). Pestanya bukan pesta kematian, melainkan pesta ulang tahun. Dan yang berulang tahun bukan sembarang orang. Ini pesta ulang tahun seorang raja. Tragisnya, di pesta ulang tahun raja ada seseorang yang harus mati karena raja tak mampu mengekang lidahnya.
Memang manusia memiliki nurani, tetapi kita sadar nurani kadang tak bisa diandalkan!
Bagaimana persepsi kita tentang Allah? Pertanyaan yang sulit dijawab kalau kita sendiri belum sungguh mengenal-Nya. Pengenalan akan Allah memampukan kita untuk membangun kehidupan pribadi yang lebih baik, juga ibadah kita, yang bermuara pada pelayanan gereja. Perkembangan Gereja sekarang ini tak lepas dari pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya bagi umat-Nya.
Tak kenal maka tak sayang. Ungkapan ini sering diucapkan orang yang hendak memulai acara perkenalan. Perkenalan yang cukup dengan seseorang memungkinkan kita mengasihi orang tersebut. Di dalam perkenalan perlu ada keterbukaan. Semakin dalam orang itu membuka dirinya, semakin dalam juga kita mengenalnya. Kita jadi mengenal siapa dia sesungguhnya. Kita tahu karakternya, kita tahu apa yang disukai atau tidak disukainya. Dengan demikian, tidak ada spekulasi.