Rabu Abu?

17 Februari 2021, 12:02
KH
707

Mengapa kita rayakan?

Setiap tahun, Rabu Abu menjadi awal dari Masa Raya Sengsara dan Kebangkitan Yesus Kristus. Tahun ini jatuh pada tanggal 17 Februari 2021.

Setiap tahun Rabu Abu menjadi penanda dari awal Minggu Sengsara dan selalu 46 hari sebelum Minggu Paska. Minggu Sengsara adalah masa 40 hari (hari Minggu tidak dihitung) yang menandai "pertobatan, puasa, refleksi dan diakhiri dengan Perayaan Kebangkiktan Yesus Kristus" (Paska). Empat puluh hari itu diambil dari masa Yesus Kristus dicobai di padang gurun, pada waktu Dia berpuasa lalu setan mencobai Dia. Minggu-minggu Sengsara itu menjadi waktu bagi umat kristiani untuk berpuasa, untuk memfokuskan diri pada kehidupan Kristus, pelayanan, pengorbanan serta kebangkitan-Nya.

Siapa yang merayakan Rabu Abu?

Setiap tahun di bulan Februari atau Maret umat kristiani merayakannya. Pada saat itu di dahi mereka dioleskan tanda salib dengan abu oleh pelayan ibadah - dalam masa pandemi Covis-19 dilakukan oleh kepala keluarga pada saat ibadah Rabu Abu di dalam keluarga masing-masing. Dengan pengolesan abu itu dimulailah Minggu Sengsara dengan fokus seperti yang disebutkan di atas.

Apa artinya?

Dalam ibadah Rabu Abu pendeta atau pengkhotbah akan menyampaikan khotbahnya yang bersifat pertobatan dan reflektif. Suasananya serius dan teduh - dan kadang disertai saat-saat hening yang cukup lama, dan ibadah diakhiri dalam suasana hening, lalu umat meninggalkan ruang ibadah dengan merawat (menjaga) suasana keheningan itu. Pada umumnya ada bacaan responsitoris dari bagian Alkitab, yang berpusat pada pertobatan, dibaca berbalasan antara pemimpin ibadah dengan umat. Umat yang hadir akan mengikuti pengakuan dosa bersama, dan ada saat-saat hening untuk pengakuan dosa dan doa pribadi. Sesudah itu, umat akan diundang untuk menerima pengolesan abu di dahi masing-masing. Pelayan ibadah akan mencelupkan jempolnya (atau jadi telunjuknya) ke bejana tempat abu, lalu mengoleskan pada dahi umat dengan bentuk salib, sambil berkata, "engkau berasal dari debu, dan engkau akan kembali menjadi debu." Atau ucapan yang lain, "Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil."

Asal abu dan simbol abu

Dalam banyak gereja, abu itu berasal dari daun palma pada Minggu Palma tahun sebelumnya, yang dibakar lalu dihaluskan menjadi abu. Pada Minggu Palma gereja membagikan daun palma kepada umat, merujuk pada kisah di dalam Injil pada waktu arak-arakan Yesus memasuki kota Yerusalem disambut orang banyak dengan daun palma yang dilambai-lambaikan dan jubah mereka yang digelar sepanjang jalan ibarat 'karpet merah' penghormatan kepada Yesus.
Sementara abu pada selebrasi ini menjadi simbol dua hal: kematian dan pertobatan. Abu setara dengan debu, dan tubuh manusia dibentuk dari debu tanah (Kejadian 2:7), dan pada saat jasad manusia membusuk, ia kembali menjadi debu atau abu.

Pada waktu kita maju untuk menerima pengolesan abu, kita mengatakan di dalam bathin bahwa kita menyesali dosa-dosa kita, dan kita ingin memperbaiki kesalahan dan dosa kita, membersihkan hati, mengendalikan keinginan-keinginan kita serta bertumbuh dalam kekudusan sehingga kita siap untuk merayakan Paska dengan penuh sukacita. Dengan mengingat akan kefanaan serta kedosaan kita masing-masing, sebagai umat kristiani kita memasuki Minggu-minggu Sengsara Tuhan dengan sungguh-sungguh, sambil memandang ke depan mengantisipasi sukacita Paskah dan kemenangan Kristus atas dosa dan kematian.

Sejarah

Sejarah dan awal selebrasi ini tidak terlalu jelas. Menurut ensiklopedia Britannica, selebrasi ini dirayakan "sejak masa apostolik, walaupun pelaksanaannya belum diresmikan sampai Sidang/Konsili Nisea Pertama tahun 325. Para pakar kristianitas mencatat bahwa hal ini menjadi lebih reguler setelah Kekristenan dilegalkan dalam kerajaan Romawi pada tahun 313. Para pakar secara umum sepakat bahwa pada akhir abad keempat, 40 hari persiapan menjelang Paska sudah dilakukan. Doa serta puasa menjadi latihan spiritual yang diutamakan pada minggu-minggu tersebut.  

Gereja-Gereja yang merayakan

Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodoks dan banyak Gereja Protestan (walaupun tidak seluruhnya) menghargai dan merayakan Minggu-minggu Sengsara. Walaupun selebrasi tersebut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam Alkitab, akan tetapi praktik: doa, puasa dan kemurahan hati (berbagi) sangat ditekankan oleh para penulis Alkitab, dan oleh Yesus sendiri. Alkitab mencerminkan sikap hidup yang beribadah dan devosi yang mencerminkan tiga hal di atas.  

Bacaan Alkitab

Berikut beberapa teks Alkitab yang dapat membantu untuk mulai berefleksi dalam Rabu Abu

Penciptaan manusia: Kejadian 2:7 ". . . ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup."

Konsekwensi kejatuhan manusia: Kejadian 3:19
". . . dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan akan kembali menjadi debu."

Jeritan pertobatan: Mazmur 51:7-12
"Sesungguhnya, aku jahat sejak dilahirkan, dan kena dosa sejak dari kandungan. Engkau menuntut ketulusan hati; penuhilah batinku dengan hikmat-Mu. Sucikanlah aku, maka aku akan bersih; cucilah aku, maka aku akan lebih putih dari kapas. Biarlah aku mendengar kabar sukacita, agar hati yang Kauremukkan ini bersorak lagi. Palingkanlah wajah-Mu dari dosa-dosaku, dan hapuskanlah segala kesalahanku. Ciptakanlah hati yang murni bagiku, ya Allah, perbaruilah batinku dengan semangat yang tabah" (terj. BIMK).

Beberapa bacaan lain untuk berefleksi:
Mazmur 103:14; Kisah 2:21; Roma 10:9-10; 1 Kor 15:35-58; Ayub 42:5-6; Yoh 12:12-15; Yeh 9:4; dst.

Dirangkum oleh KH dari berbagai sumber