Visi Bersama... Apa Perlunya?

08 Januari 2020, 16:01
KH
615


(sumber gambar: istockphoto.com)

Pendahuluan

Sebuah penelitian pernah memaparkan temuannya bahwa hanya sedikit jumlah Gereja yang mempunyai visi sebagai penuntun dan pengarah perkembangannya 1. Tidak heran, sebab banyak orang juga yang tidak mempunyai visi sebagai pengarah atau penuntun perkembangan diri atau keluarganya sendiri.

Para pemimpin Gereja (penatua, diaken dan pendeta) cenderung “rabun jauh,” hanya berpikir dalam jarak dekat. Banyak Gereja Protestan yang beranggapan bahwa perencanaan empat tahun ke depan sudah cukup. Mutasi pendeta dan pergantian majelis sering menyebabkan Majelis Gereja melupakan visi Gerejanya dan hanya sibuk dengan masalah-masalah ad hoc dan “pemeliharaan” (maintenance). Keadaan ini menyebabkan banyak Gereja yang pasif atau Gereja yang sekedar reaktif 2.

Gereja hendaknya menantang dirinya sendiri dengan visi yang minimal bisa mengajak gereja untuk berpikir sepuluh tahun kedepan! Kemudian, visi jangka panjang itu perlu diingat oleh setiap warga Gereja. Dengan demikian Gereja akan mempunyai arah yang konsisten walaupun majelis berganti. Visi yang telah dirumuskan bersama itu tetap dan menjadi sumber inspirasi dan arah bagi semua pihak dalam Gereja.

Visi menjadi pendorong dan sekaligus menjadi pengikat warga Gereja. Visi menjadi semacam impian bersama yang memberdayakan Gereja. Tidak adanya visi bersama dalam ingatan setiap warga Gereja menimbulkan kesimpangsiuran program, ketidak jelasan tujuan, dan aktivitas-aktivitas yang bersifat aktivisme (Jawa: waton aktif).

Masih saja ada majelis dan warga Gereja yang beranggapan bahwa sebuah visi itu tidak realistis, hanya ungkapan romantisme naïf, karenanya tidak perlu. Pandangan ini mengingatkan Gereja bahwa sebuah pemikiran visioner yang baik haruslah cukup realistis. Sebab pemikiran visioner tersebut memperhitungkan kekuasaan Tuhan yang dinyatakan melalui orang-orang percaya yang ingin mewujudnyatakan suatu masa depan yang baru dan lebih baik, berdasarkan visi dimaksud.

Amsal 29: 18 (Terj. Baru) malah mengatakan “bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat;” terjemahan dalam bahasa Inggris: “Where there is no vision, the people perish” (KJV), dalam bahasa Jawa: “Manawa ora ana wangsit, rakyat dadi urakan.” 3

A. Allah yang Memberikan Visi kepada Umat-Nya

Sejak semula Allah adalah Allah yang suka membagikan Visi-Nya kepada orang percaya yang memerlukan sebuah visi. Pada waktu umat berada dalam keadaan yang sangat sulit, Yerusalem dibumi hangus oleh musuh dan tinggal puing-puing, banyak orang yang menjadi tawanan di Babilonia, kekecewaan dan putus asa dialami di mana-mana, Tuhan Allah, melalui nabi Yehezkiel memberikan sebuah visi yang luar biasa (Yeh. 37:1-14).

Yehezkiel melihat sebuah lembah yang luas, penuh dengan tulang-belulang manusia yang telah kering dan memutih. Tuhan bertanya kepada Yehezkiel, “dapatkah tulang-tulang itu dihidupkan kembali?” Tentu saja Yehezkiel tidak tahu, lalu ia menjawab, “Tuhan, Engkaulah yang mengetahui.” Lalu Tuhan memberi tugas kepada Yehezkiel untuk bernubuat mengenai tulang-tulang itu bahwa Tuhan akan memberi nafas, memberi urat-urat dan menumbuhkan daging dan kulit serta memberikan nafas kehidupan. Sesudah Yehezkiel mengatakan hal itu lalu tulang-tulang itu hidup kembali. Visi ini ternyata menyemangati dan mengubah umat secara luar biasa. Semangat umat bangkit kembali untuk mengatasi keterpurukannya, dan hasil akhirnya adalah kebangkitan dan keutuhan kembali kerajaan Irael dan Yehuda.

B. Yesus Berkomunikasi dengan Menceritakan Visi-Nya

Ingat nas dari Injil Yohanes, “Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai” (Yoh. 4:35). Ini merupakan visi Tuhan Yesus dan sekaligus undangan kepada murid-murid-Nya untuk melihat kemungkinan besar yang dapat mereka lakukan melalui kegiatan pelayanan dan kesaksian. Visi yang sama juga dikutip oleh Matius dan Lukas: “Tuaian banyak, tetapi pekerja sedikit” (Mat 9: 37; Luk 10:2).  Visi tentang ladang yang siap panen menjadi bentuk komunikasi yang jelas bagi para pendengar-Nya.

Kali berikutnya Dia memberikan dorongan dan visi-Nya tentang peran para murid, “Kamu adalah garam dunia; . . . kamu adalah terang dunia” (Mat 5: 13, 14).

Dalam perumpamaan tentang penabur, perhatian para pendengar-Nya tidak terutama tertambat pada benih yang jatuh di jalan dan dimakan burung-burung, atau benih yang jatuh di tanah berbatu, atau benih yang tumbuh di tanah yang tipis dan menjadi layu setelah kepanasan, atau pun benih yang terhimpit oleh onak-duri. Perhatian para murid justru digiring-Nya pada benih yang jatuh di tanah yang subur, lalu tumbuh dan berbuah puluhan kali lipat (Mark 4: 1-8).

Perumpamaan tentang domba yang hilang, uang dirham yang hilang, dan tentang anak yang hilang jelas sekali bertujuan menciptakan sebuah visi tentang Allah yang mencari mereka yang terabaikan, putus asa, hilang, atau terpisah dari Allah. Tiap perumpamaan diakhiri dengan gambaran tentang suasana “sukacita di sorga” karena “yang hilang” ditemukan kembali (Luk 15).

C. Roh Kudus Menyemangati dengan Menciptakan dan Memelihara Visi

Penginjil Lukas menulis dalam Kisah Para Rasul dengan sangat jelas bahwa adanya impian dan visi pada para murid merupakan tanda tercurahnya Roh Tuhan (Roh Kudus) dalam kehidupan Gereja (Kisah 2). Kitab Kisah menjadi contoh yang selalu mengingatkan dampak positif dari visi terhadap Gereja. Penolakan Simon Petrus untuk melayani orang-orang bukan Yahudi dihadapmukakan dengan sebuah visi yang mencerminkan kepedulian Tuhan terhadap orang-orang tersebut. Kesetiaan Paulus selama melayani diringkaskan dihadapan penguasa dalam kata-kata, “kepada penglihatan (visi) yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat” (Kisah 26: 19). Citra tentang para rasul dalam kitab Kisah Para Rasul menunjukkan sikap mereka yang konsisten, taat dan yakin atas visi tentang Allah - yang berkarya dalam Kristus Yesus - yang membangun Gereja-Nya.

D. Perjanjian Baru Ditutup dengan Sebuah Visi yang Sangat Jelas

Visi penutup dalam kitab Perjanjian baru – yaitu tentang langit baru dan bumi yang baru serta kedatangan kembali Tuhan Yesus (Wahyu 21 & 22) – sangat menolong Gereja / orang Kristen untuk bertahan dalam menghadapi penganiayaan Romawi yang sangat kejam pada masa awal sejarah gereja.

Tanpa suatu visi yang kuat, Gereja akan mudah putus asa dan kehilangan daya hidup di tengah kenyataan sekitarnya yang penuh tantangan. Gereja yang tak ber-visi akan kehilangan fokus dalam melakukan misinya dan akan kehilangan dampak yang mengubah kehidupan masyarakat dan dunia disekitarnya. Visi yang jelas menjadi kebutuhan Gereja – bukan hanya Gereja di masa lampau – lebih-lebih Gereja yang sungguh-sungguh ingin merespons perubahan-perubahan cepat (yang sedang berlangsung pada jamannya) melalui aktivitas pelayanan dan kesaksiannya secara relevan dan signifikan. [kh]


1 Barna Research Group, America 2000: What the Trends Means for Christianity (Barna Research Group: P.O. Box 4152, Glaendale, Ca. 91222-0152), 35.

2 idem

3 urakan: wong kang ora karuwan padunungane utawa pagaweane – WJS Poerwadarminta, Baoesastra Djawa (Batavia: JB Wolters, 1939).