Pekerjaan Allah Harus Dinyatakan di dalam dia

21 Maret 2020, 00:03
KH
702

Minggu, 22 Maret 2020 ini kita bersama-sama akan membaca kisah “Orang yang buta sejak lahirnya” menurut Injil Yohanes 9:1-41.

Berhadapan dengan kenyataan orang buta itu para murid mulai bertanya kepada Yesus tentang asal-usul dan sebab-musabab kebutaannya. Cara berpikir para murid Yesus pada masa itu tidak jauh berbeda dari cara berpikir kita pada masa kini.
“Ini gara-gara siapa?”
“Ini akibat dosa siapa?”
Orang cenderung berpikir sebatas sebab-akibat. Secara otomatis orang langsung ingin tahu siapa “biang keroknya.” Mencari siapa yang salah. Mencari “kambing hitam.”
Cara Yesus melihat persoalan ini berbeda. Beliau merespons pertanyaan para murid-Nya dengan jawaban yang membawa para murid pada dimensi baru dalam memandang sebuah persoalan. “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (ay. 3).

Bacaan Injil Minggu ini sangat tepat waktu bagi situasi global akibat pandemi “Covid-19.” Kita mudah sekali terjebak dalam hiruk pikuk berita dan argumen sebab-akibat serta strategi pencegahan serta hoax di sekitar virus itu. Saya tidak menyangkal bahwa ada berita-berita yang memang perlu kita simak dan berharga di situ, tetapi ada hal lain yang perlu kita belajar dari respons Yesus atas pertanyaan para murid. Arah jawaban Yesus tidak sesuai dengan harapan para murid-Nya. Sebab Yesus melihat momen itu dari sudut pandang yang berbeda, yang tidak sama dengan sudut pandang yang biasa. Yesus tidak membiarkan momentum itu menjadi momentum untuk menghakimi tetapi untuk menjadi momentum ketika karya-kasih Allah, anugerah pemulihan serta cinta-kasih-Nya dinyatakan.

Bagaimana kita hendak merespons krisis akibat Covid-19 ini? Apa saja asumsi kita? Adakah kita terbuka untuk menyandingkan dengan respons Yesus yang membawa penyembuhan? Dapatkah krisis ini, bilamana kita memberi respons yang tepat, menjadi sebuah kesempatan untuk menyatakan kepedulian kita yang mendasar, belarasa yang lebih nyata serta sikap merangkul yang lebih luas cakupannya. Atau justru kita akan melewatkan sebuah kesempatan untuk menyatakan “pekerjaan-pekerjaan Allah” kepada mereka yang paling membutuhkan uluran cinta-kasih dan bantuan pada saat ini?

Dalam kaitan itu ada tiga hal yang ingin saya tekankan, yang di dalamnya kita dapat berpartisipasi di dalam “pekerjaan Allah” secara nyata.

Pertama, dalam komunitas kita, siapakah yang paling terdampak oleh bencana ini dan bagaimana kita sebagai gereja maupun pribadi dapat membantu mereka?

Kedua, bagaimana kita masing-masing dan/atau bersama-sama dapat memanfaatkan pengaruh kita untuk mewujudnyatakan cinta kasih Kristus yang memulihkan dalam situasi ini?

Ketiga, sebagai gereja apakah pembelajaran yang dapat kita petik dari pandemi ini, apa yang perlu dipersiapkan oleh gereja untuk mengantisipasi dan melakukan mitigasi kejadian serupa di masa depan yang sangat bisa terjadi kembali dengan penyebab yang berbeda?

Dengan beriman dan berhikmat kiranya kita dapat melibatkan diri dalam “pekerjaan Allah” di tengah bencana ini.

Mari kita meluangkan waktu untuk berdoa.

Ya Allah yang kami kenal sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus,
pada saat ini kami memandang ke masa depan yang belum kami ketahui. Kami berdoa agar Engkau senantiasa memimpin hidup kami.
Berkati mereka yang harus bekerja untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari, di pasar, di toko-toko swalayan dan warung-warung, di daerah-daerah pertanian, di pabrik, di bidang transportasi dan distribusi, agar mereka dapat menyediakan apa yang dibutuhkan oleh setiap orang. Tuntunlah para guru dan semua yang pada saat ini harus belajar dan bekerja dari rumah, berilah mereka kemampuan dan damai sejahtera. Bimbinglah para petugas kesehatan – dokter, perawat, mereka yang bekerja di Lab, serta paramedik yang lain – ketika mereka bekerja untuk melayani kebutuhan kami dan masyarakat, serta para pasien Covid-19. Bagi mereka yang sudah terpapar dan sakit, kami mohon karunia penyembuhan-Mu menjangkau mereka. Sertailah keluarga-keluarga yang harus mengisolir diri di tempat masing-masing, agar mereka dapat menggunakan waktu bersama itu untuk membangun komunikasi keluarga yang lebih berkualitas dan melakukan kegiatan-kegiatan bersama yang memperkuat cinta kasih, iman percaya dan persekutuan dikeliling sabda-Mu. Menggunakan waktu untuk membaca dan mempelajari hal-hal baru yang perlu. Juga mereka yang jauh dari keluarga dan harus mengisolir dirinya sendiri. Berilah hati dan jiwa dan iman yang teguh agar mereka tidak menjadi stress dan destruktif bagi dirinya maupun bagi sesamanya.
Kami juga memohon kepada-Mu agar kami selalu dimampukan untuk saling berbagi kasih dan kepedulian. Tolonglah kami untuk tetap menjadi murid-murid-Mu dalam situasi yang tidak mudah ini, dan selalu berupaya untuk menyatakan kasih-Mu kepada orang lain. Tolong kami untuk mengingat bahwa kami tidak mengetahui keadaan serta situasi orang lain yang kepadanya kami berkomunikasi dan berelasi. Tolonglah kami untuk mengingat dan percaya bahwa Engkau tetap memegang kendali atas hidup kami semua.
Di atas semuanya itu kami berdoa agar kasih-Mu senantiasa memancar melalui hidup kami dan hidup mereka yang ada di sekitar kami. Hanya karena kasih-karunia-Mu kami dapat menjalakan tugas dan tanggung jawab kami masing-masing di tengah keterbatasan yang sedang kami hadapi pada hari-hari ini. Kiranya kami mengingat hal itu, baik ketika kami memulai kerja kami, maupun ketika kami hendak mengistirahatkan diri kami pada waktu malam.
Terima kasih, Tuhan, atas cinta-kasih, anugerah serta kemurahan-Mu, kami hendak memelihara dan melanjutkan hidup pemberian-Mu. 
Amin. [KH]