Mengampuni Ternyata Gak Gampang Lho!

09 Februari 2020, 11:02
KH
584


Photo by Lina Trochez on Unsplash

Beneran nih, mengampuni dan meminta pengampunan itu ternyata kerjaan yang sangat gak gampang lho.

Bagi seorang pemimpin – konon – pengampunan itu ibarat oksigen bagi paru-paru. Berikut ada beberapa hal yang menolong saya selama ini dalam soal pengampunan.

  1. Pengampunan memerlukan energi yang sangat besar. Teman-teman dapat menolong diri sendiri – demi hemat enersi, nih – dengan melunakkan hati dan menebalkan kulitmu. Kalau teman-teman terus menerus menganggap semua hal ditujukan kepadamu secara personal, teman-teman tidak akan mempunyai enersi yang tersisa untuk mengampuni dalam situasi yang sungguh-sungguh melukai. Belajarlah mengabaikan beberapa hal. Fokuskan perhatianmu pada orang dan masalah yang sungguh-sungguh memerlukan pengampunan.
  2. Pengampunan akan menjadi lebih mudah kalau teman-teman tidak memandang orang itu berdasar perilakunya kepadamu. Orang yang melukaimu pada umumnya juga rekan dalam komunitas yang sedang berada di tengah situasi yang ruwet. Jangan memfonis tentang dirinya berdasarkan apa yang dia lakukan kepadamu pada saat ini. Gunakan perspektif (sudut pandang) tentang dirinya yang teman-teman harapkan dia pergunakan juga untuk memandang dirimu.
  3. Pengampunan itu tolok ukur yang dapat teman-teman pergunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan spiritualmu. Seberapa sering teman meminta maaf? Sebuah permintaan maaf (ini sejenis pengampunan juga) menunjukkan kerendahatianmu dihadapan Allah dan cinta kasihmu kepada sesama. Bila teman menunda-nunda permintaan maaf atau sebaliknya tidak segera memberi maaf atas permintaan seseorang maka kita mengandalkan hidup pada gengsi kita.
  4. Pengampunan merupakan cara yang hebat untuk ‘menggembosi’ (mengempiskan) sebuah argumen. Banyak konflik yang makin menggelembung karena orang tidak bersedia meminta maaf, tetapi malah berargumen. Saya menyaksikan banyak orang yang datang ke meja perundingan siap dengan segala macam amunisi argumen tiba-tiba ‘dilucuti’ oleh sebuah permintaan maaf yang tulus dan tidak ditunda-tunda. Jarang sekali sebuah pengampunan membutuhkan penjelasan yang tanpa diminta. Ini cukup berat karena kita cenderung (selalu?) berusaha memberi alasan yang masuk akal atas kekeliruan yang telah kita buat. Cobalah praktikkan meminta maaf dan sudahilah tanpa perlu mencari-cari alasan pembenaran diri. Percayalah, bahwa pada umumnya orang memberi maaf tanpa menanyakan alasan-alasannya. Mempraktikkan hal ini akan membantu teman-teman bahkan pada waktu teman-teman merasa tersinggung atau terlukai. Mengapa? Sebab dalam memberi pengampunan tidak semua detil yang teman-teman ketahui perlu dikemukakan kepada fihak lain.
  5. Allah yang kita kenal dalam Alkitab adalah Allah Sang Mahapengampun. Bukan pengampunan yang murah, tetapi pengampunan yang harus direspons dengan tidak mengulangi kembali kesalahan yang sama, dengan mengubah perilaku kita. Sementara kita – baik sebagai yang meminta maaf maupun yang memberi maaf -  adalah insan-insan berdosa yang selalu memerlukan pengampunan dan pemulihan oleh Allah.
  6. Mengampuni tidak berarti melupakan, tetapi ‘melepaskan.’ Tidak ada untungnya memaksa dirimu untuk melupakan sakit hatimu. Yang dapat teman-teman lakukan adalah memilih untuk tidak ‘memegangi’ terus-menerus kesalahan orang itu sambil memikirkan sebuah serangan balasan. Ini tidak mudah, tetapi itulah yang diajarkan oleh Kristus dan perlu kita lakukan dalam hidup dan pelayanan kita.

Selamat berusaha!

Editor: KH