Kumpulan Refleksi Menjelang Paskah

10 April 2020, 10:04
KH
612

1. Kaki yang Berbau

Saya membayangkan kisah Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya menjelang Perjamuan Malam Terakhir. Sebuah peristiwa yang sukar diterima oleh para murid. Petrus malah sempat menolak, dan berkata kepada Yesus, “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya” (Yoh. 13:8).

Secara imani, kita juga menghayati bahwa Yesus juga sedang mencari kita. Dia ingin menyembuhkan luka-luka kita, untuk meringankan kaki kita yang telah terluka akibat berjalan sendiri, untuk membasuh diri kita masing-masing dari debu-debu perjalanan kita. Dia tidak bertanya dari mana kita. Dia pun tidak bertanya apa yang telah kita kerjakan. Yang Dia katakan, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yoh. 13:8).

Jikalau Aku tidak membasuh kakimu, Aku tidak akan dapat memberi kepadamu hidup yang senantiasa diharapkan oleh Bapa, hidup yang untuknya engkau telah diciptakan. Yesus datang untuk menjumpai kita sehingga Dia dapat memulihkan martabat kita sebagai anak-anak Allah. Dia ingin menolong kita untuk memulai kembali, untuk melanjutkan perjalanan kita, untuk membangun kembali pengharapan kita, untuk memulihkan iman serta kepercayaan kita.

Bila kita bertanya kepada seseorang tentang bagian tubuhnya yang paling hebat, jarang ada orang yang secara spontan menunjuk kakinya. Kaki sering berbau, sering buruk bila dipandang, kulitnya kering, kapalan, terkadang ada tonjolan-tonjolan “bunion,” kuku yang melengkung ke dalam, dan bila kita pejalan kami tanpa alas maka kaki kita juga kotor. Banyak orang yang merasa tidak nyaman kalau kakinya dilihat orang lain.

Namun itulah yang ingin dilakukan oleh Yesus: membersihkan dan menyembuhkan kita dalam semua segi hidup kita yang buruk dan paling memalukan serta yang paling kotor dalam hidup kita, yang tidak kita banggakan. Bersediakan kita hidup menurut yang Bapa kita harapkan? Atau yang kita kehendaki adalah hal-hal yang picik, yang kotor, hidup yang kerdil yang dapat kita tangani sendiri – dan kaki yang bau?

2. Maukah engkau Memikul Salib-Nya?

Saya bertanya kepada anda . . . Maukah anda seperti Pilatus yang tidak mempunyai keberanian untuk melawan arus untuk menyelamatkan Yesus, dan serta merta mencuci tangan?

Sejujurnya, apakah anda merupakan salah satu dari orang-orang yang membasuh tangan yang memilih tidak peduli dan berpaling? Atau anda seperti Simon dari Kirene, yang menolong memikul salib Yesus yang terbuat dari kayu yang berat? Atau seperti Maria dan perempuan-perempuan lainnya, yang tidak takut untuk menyertai Yesus sepanjang perjalanan-Nya sampai akhir, dengan cinta-kasih serta kelemahlembutan?

Anda ingin seperti siapa? Seperti Pilatus? Seperti Simon? Seperti Maria? Yesus sedang memandang kepada anda dan bertanya: “Maukah engkau menolong aku memikul salib-Ku?

Hidup memang kaya dengan momen-momen yang canggung dan situasi yan tidak mengenakkan, pilihan-pilihan yang sukar dan permintaan-permintaan yang menyakitkan. Kristus datang kepada kita dalam situasi dan momen semacam itu, lalu bertanya kepada kita: “Maukan engkau memandang kepada-Ku serta mengikut Aku, atau engkau memilih jalanmu sendiri yang aman dan nyaman?”

Pada akhirnya, dia yang menderitalah yang dihiburkan dan dikuatkan, bukan yang sudah aman dan nyaman. Dia mengharapkan agar kita memilih jalan yang utama dan indah, bukan jalan yang paling mudah. Bilamana kita takut, tidak apa, sebab Dia akan mengaruniakan keberanian untuk meneguhkan kita.

Ya Allah, berilah kami keberanioan untuk menghadapi, dan tidak berpaling.

3. Luka-luka Lahir dan Batin

Kita semua adalah orang-orang yang terluka, terkait dengan beragam hal. Sehingga kita (perlu) membawa luka kita kepada Yesus yang terluka. Mengapa? Agar luka-luka kita dapat diringankan, dibasuh bersih, diubah dan disembuhkan. Dia mati bagi kita, bagi anda dan saya, sehingga Dia dapat mengulurkan tangan-Nya dan mengangkat kita . . . Yesus ingin menolong kita untuk bangkit, selalu.

Sebelum antibiotik modern ditemukan, lebih banyak orang yang meninggal karena infeksi (bakteri masuk ke dalam tubuh manusia) melalui lukanya, daripada mati akibat luka itu sendiri. Bukan hanya luka yang dapat membunuh diri kita, tetapi semua yang masuk melalui luka-luka kita – persis seperti ketika hati kita terluka karena perlakuan orang yang buruk terhadap kita dapat menjadi “pintu” bagi masuknya sikap-sikap yang buruk dan jahat, satu kepada yang lain.

Bila luka-luka itu tokh tetap ada, membersihkan luka itu merupakan langkah penting ke arah penyembuhan. Menerima dan mengakui bahwa kita telah terluka serta memberi kesempatan kepada seseorang untuk membersihkan luka-luka kita menjadi langkah besar menuju kesembuhan spiritual.

4. Maria ibumu

Maria, ibu Tuhan . . . menjadi lebih dari sebuah simbol yang Tuhan berikan kepada kita semua. Maria senantiasa ada bersama puteranya, khususnya disaat-saat yang berat, saat penderitaan, dan pada saat kehadirannya dibutuhkan.

Salah satu hal terakhir yang dilakukan oleh Yesus ketika Dia di salib adalah memasrahkan dua orang yang sangat Dia kasihi, satu kepada yang lain. Menjelang wafat-Nya, Yesus memberikan kepada Yohanes ‘seorang ibu baru,’ dan kepada Maria diberikan-Nya ‘seorang putera yang baru.’ Maria bukan lagi hanya ibu Yesus, tetapi juga ibu banyak orang.

Maria selalu bersahaja oleh karena ia memahami bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah, bukan dari dirinya sendiri. Namun kesahajaannya justru menjadi kebesaran Maria, sebab ia menerima segala sesuatu yang diberikan Allah dan memberikan segalanya kepada Allah.

Bila kita sadar akan kesahajaan serta kemiskinan kita, kita dapat berpaling kepada Maria dan meneladani dia dalam menerima dirinya sendiri serta rencana Allah melalui dirinya.

5. Dia Turut Memikul Setiap Salib

Tidak ada salib, besar atau kecil, dalam hidup kita, yang Tuhan tidak turut serta memikulnya.

Tuhan selalu menyertai kita. Dan Tuhan itu baik setiap saat. Bila sebuah salib terlampau asing atau berat bagi kita. Ingatlah selalu, Dia selalu bersama kita, hingga akhir jaman.