Sejarah Gereja Kristen Jawa Jakarta - Disatukan, Diberkati, dan Dibagikan

08 Januari 2019, 09:01
Yoel M. Indrasmoro
909

GKJ Jakarta (GKJJ) berawal dari gabungan orang-orang Kristen Jawa yang tinggal di Jakarta, khususnya yang beribadah di Gereformeerd Kerk Kwitang (GKI Kwitang) dan Gereja Pasundan Rehoboth, Meester Cornelis (GKP Rehoboth). Keakraban yang makin kental membuat kelompok tersebut merindukan adanya persekutuan orang Jawa. Sayangnya, kerinduan itu tertunda karena terdapat selisih pendapat di antara para pengurusnya.

Persoalannya terletak pada keinginan sebagian anggota pengurus agar nama gereja nantinya dilengkapi kata ”Gereformeerde”. Hal itu mendapat tentangan dari orang-orang yang berlatar belakang bukan Gereformeerde (orang-orang Jawa yang beribadah di Gereja Pasundan Rehoboth). Keadaan makin berlarut, yang berujung pada pecahnya kelompok itu menjadi dua kelompok ibadah. Kelompok Gereformeerd Kerk Kwitang pindah ke Christelijke Standaard School Kwitang dan kelompok lainnya tetap di HThS Salemba.

Ketika kelompok ibadah Kwitang didewasakan oleh Gereformeerd Kerk Kwitang menjadi Gereja Kristen Jawa di Jakarta pada 21 Juni 1942 tanpa embel-embel ”Gereformeerde”, maka kelompok ibadah Salemba menyambutnya dengan tangan terbuka. Akhirnya, pada 30 Agustus 1942 dilaksanakan penyatuan yang menggembirakan itu dengan upacara sederhana. Jumlah anggota gereja baru itu 121 orang.

Perjumpaan itu pastilah mengharukan. Luka-luka akibat perpecahan mungkin masih ada. Tetapi, tampaknya kedua kelompok memahami bahwa persekutuan jauh lebih berharga ketimbang perpecahan.

Dengan demikian, sejak berdirinya, GKJJ telah menghadapi tantangan bukan dari luar gereja, tetapi dari dalam gereja itu sendiri. Sejak berdirinya para Ibu-Bapak GKJJ merasa perlu memandang orang lain sebagai saudara seiman, entah berlatar belakang Gereformeerde maupun bukan. Bukan hal gampang. Perlu kerendahan hati dan sikap terbuka di sini, yang akan memampukan seseorang menerima orang lain apa adanya. Sejatinya mereka disatukan oleh Kristus sendiri.

Dari satu jemaat itu sekarang telah lahir 11 gereja; dan gereja yang telah mandiri itu pun melahirkan 7 gereja dibawah himpunan dua klasis. Dari 121 orang telah berkembang menjadi belasan ribu orang.

Penggandaan Roti dan Ikan

Kisah GKJJ tak ubahnya kisah penggandaan lima roti dan dua ikan. Penulis Injil Yohanes mencatat: ”Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki” (Yoh. 6:11). Sang Guru mengambil lima roti dan dua ikan itu, mensyukurinya, lalu membagikannya. Dan itulah yang digambarkan dalam relief pintu depan gereja kita.

Kita tidak tahu pasti mengapa Ibu-Bapak GKJJ mengabadikan kisah penggandaan lima roti dan dua ikan itu dalam relief pintu gereja kita. Karena itu, kita, ahli-ahli waris GKJJ masa kini, bisa memaknainya secara lebih mendalam.

Memang ada dua pasang pintu yang sama. Masing-masing pintu terdiri atas dua bilah pintu; bilah bagian kanan terdapat relief bola dunia dengan salib; sedangkan bilah bagian kiri terdapat relief lima roti dan dua ikan. Kita bisa memaknai bilah bagian kanan sebagai Visi Besar GKJJ: ”Kerajaan Allah hadir di bumi”; dan Visi Besar itu hanya bisa menjadi kenyataan selama GKJJ menjalankan Misi Besarnya: ”Menjadi lima roti dan dua ikan”.  Dengan demikian, panggilan utama bagi GKJJ adalah memberikan dirinya.

Tentunya itu hanya mungkin terjadi ketika roti itu mau menyerahkan dirinya kepada Sang Roti Hidup dan akhirnya mau dipecah-pecahkan oleh Sang Roti Hidup!

Bagaikan Roti

Dan memang itu jugalah kisah GKJJ. Ada sekelompok orang yang disatukan—yang meyakini bahwa persekutuan lebih baik ketimbang perpecahan—dalam berkat Tuhan akhirnya menjadi 18 gereja pada masa kini. Karena itulah, menjadi bagian kita, ahli waris GKJJ, untuk terus menjalankan misi besar GKJJ—membagirasakan diri kita kepada masyarakat di sekitar kita.

Baik Yayasan Dwituna Rawinala maupun Yayasan Mitayani merupakan salah satu contoh nyata bagaimana Ibu-Bapak GKJJ, dengan segala keterbatasan, mau berbagi rasa dengan masyarakat sekitar. Di bidang pekabaran Injil, keterlibatan GKJJ sebagai gereja pengutus dalam diri Pdt. J. S. Hardjowasito di Lampung pada 1949 merupakan salah satu upaya berbagi rasa Injil dengan penduduk di Tanah Seberang. Termasuk juga keterlibatan GKJJ dalam pengutusan dosen-dosen teologi dan pendirian BPK Gunung Mulia.

Melalui para pendetanya, memasuki abad XXI, GKJJ merasa perlu terlibat dalam pendidikan teologi di Indonesia, Pendidikan Agama Kristen di tingkat universitas, kesaksian dan pelayanan melalui persekutuan dengan umat beragama lain, serta komunikasi penerbitan. Tujuan dari semuanya itu adalah hadirnya Kerajaan Allah.

Kehadiran Kerajaan Allah hanya mungkin terjadi ketika umat, sebagaimana biji-biji gandum, mau disatukan dalam adonan menjadi roti, diberkati, dan dibagikan. Menjadi roti yang disatukan, diberkati, dan dibagikan merupakan salah satu nilai sekaligus identitas GKJJ, yang telah dihidupi oleh GKJJ selama ini.

Mari kita terus menghidupinya!


Pdt. Yoel M. Indrasmoro