Merenungkan Salib Yesus

20 April 2019, 09:04
Yoel M. Indrasmoro
477

Kisah penyaliban ternyata mengubah banyak orang. Seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus berkata kepada rekannya, ”Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah” (Luk. 23:41).

Tak hanya itu, dengan tulus dia memohon, ”Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Luk. 23:42). Penyaliban itu mengubah hatinya dan mengakui Yesus sebagai Raja.

Kepala pasukan yang menyaksikan bagaimana Yesus mati, tak bisa menahan hatinya, ”ia memuliakan Allah, katanya: ’Sungguh, orang ini tidak bersalah!’” (Luk. 23:47).

Yesus masih disalib. Dia tidak turun dari salib. Namun, kepala pasukan itu mengimani bahwa Yesus tidak bersalah. Bisa jadi, dia melihat betapa bedanya sikap dan tindakan Yesus dengan orang-orang yang telah disalibkan sebelumnya. Tak ada penyesalan, juga kemarahan. Yang ada hanyalah kepasrahan kepada Allah Bapa. Yesus tidak dicabut nyawa-Nya, melainkan menyerahkan nyawa-Nya kepada Sang Bapa.

Dan orang banyak yang menonton peristiwa penyaliban itu memperlihatkan rasa penyesalannya dengan memukul-mukul dirinya sendiri (Luk. 23:48).

Yang terakhir, Lukas menampilkan Yusuf dari Arimatea—yang mengambil risiko—menghadap Pilatus untuk meminta mayat Yesus. Meski seorang anggota Majelis Besar, dia mengambil jalan berbeda. Bahkan, memberikan yang terbaik: kuburan yang belum pernah dipakai sebelumnya.

Salib mengubah hati banyak orang, semestinya juga Anda dan saya.

Selamat merenungkan Salib Yesus di Sabtu Sunyi ini.